Keberadaan situs Banten Girang, 3 km di selatan Kota Serang sampai sekarang masih meninggalkan tanda tanya. Meski beberapa arkeolog dalam dan luar negeri telah melakukan penelitian di situs tersebut, tetapi keberadaan peninggalan purbakala itu masih diselimuti kabut misterius. Belum diketahui kerajaan apa dan raja mana yang pernah berkuasa di sana.
Menurut catatan sedikitnya 16 orang arkeolog yang telah melakukan penelitian di situs tersebut. Antara lain, Rokhus Due AWE (1990), kemudian Jacques Dumarcay (1988-1990), Marie France Dupoizat (1990), Yusmaeni Eriawati (1991) dan Muhamad Ali Fadilah (1991). Dari sekian banyak arkeolog yang melakukan penelitian terhadap situs Banten Girang, hasil temuan yang paling banyak diperoleh adalah kerjasama penelitian antara Pemerintah Perancis dengan Pemerintah Indonesia.
Selama 3 tahun berturut-turut dari tahun 1990-1992 Kedutaan Besar Perancis bersama Ecole Francaise d’Extreme-Orient melakukan penelitian arkeologi dengan Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslitarkenas). Masing-masing kedua belah pihak dipimpin Claude Guillot dan Prof.Dr.H.Hasan Muarif Ambary.
Dari hasil penelitian yang memakan waktu cukup lama dan biaya besar itu diperoleh gambaran, bahwa situs Banten Girang dahulu merupakan sebuah kerajaan besar yang sudah menjalin hubungan ke beberapa negara di luar negeri. Antara lain, Cina, Denmark, Rusia, Belanda dan India. Terbukti ditemukannya berbagai artefak dan mata uang logam yang diduga berasal dari negara tersebut.
Berdasarkan hasil penelitian arkeolog berdirinya kerajaan di Banten Girang sekitar abad X Masehi. Dari situs Banten Girang pra Islam itu banyak ditemukan pecahan keramik asing dari berbagai negara. Menurut arkeolog, keramik impor mempunyai dua kelebihan sebagai dasar kronologi. Pertama,dibandingkan dengan temuan-temuan lain, keramik cukup mudah diketahui dari negara asal pembuatannya. Kedua, keramik yang ditemukan di Banten Girang cukup banyak jumlahnya, sehingga kesalahan identifikasi dapat dihindarkan.
Dalam buku “Banten sebelum zaman Islam” yang berisi laporan hasil penelitian yang dilakukan Puslitarkenas dengan Ecole Francaise d’Ectreme-Orient disebutkan penemuan keramik asing mencapai 10.072 buah. Jumlah itu belum termasuk temuan yang berasal dari permukaan tanah. Sebagian besar pecahan keramik asing itu berasal dari Cina, kemudian dari Vietnam dan Thailand. Sedangkan keramik yang berasal dari negara Eropa jumlahnya sedikit sekali. Ternyata dari hasil ekskavasi di lokasi itu terdapat keramik Cina yang berasal dari abad VII yang jumlahnya mencapai 30 buah.
Banten Girang abad X
Berdasarkan hasil temuan keramik asing, perhiasan kuno, pecahan prasasti, arca, manik-manik dan mata uang logam, Banten Girang berdiri pada abad X Masehi. Menurut para arkeolog, mata uang sangat cocok dengan keramik yang ditemukan di sana. Jadi kesimpulannya berbagai benda temuan arkeologi menunjukkan masa pendirian Banten Girang yang paling mungkin pada abad X.
Sebenarnya di lokasi itu ditemukan benda-benda purbakala yang lebih tua usianya, namun jumlahnya terlalu sedikit untuk diperhitungkan. Apalagi berdasarkan pengalaman, benda-benda tersebut dapat saja digunakan selama periode yang panjang.
Sebaliknya peninggalan purbakala yang berasal dari abad X jumlahnya relatif sedikit, namun cukup untuk dianggap sebagai bukti Banten Girang sudah dihuni pada masa itu. Tetapi siapa yang berkuasa pada masa itu, betulkah Prabu Pucuk Umun yang disebut-sebut sebagai penguasa Kerajaan Pajajaran di bagian barat Pakuan, Bogor? Atau sebelum daerah tersebut ditaklukan Pajajaran sudah memiliki pemerintahan sendiri? Kemudian pada abad XVI ditaklukan oleh Syarif Hidayatullah bersama puteranya Hasanuddin.
Menurut catatan sedikitnya 16 orang arkeolog yang telah melakukan penelitian di situs tersebut. Antara lain, Rokhus Due AWE (1990), kemudian Jacques Dumarcay (1988-1990), Marie France Dupoizat (1990), Yusmaeni Eriawati (1991) dan Muhamad Ali Fadilah (1991). Dari sekian banyak arkeolog yang melakukan penelitian terhadap situs Banten Girang, hasil temuan yang paling banyak diperoleh adalah kerjasama penelitian antara Pemerintah Perancis dengan Pemerintah Indonesia.
Selama 3 tahun berturut-turut dari tahun 1990-1992 Kedutaan Besar Perancis bersama Ecole Francaise d’Extreme-Orient melakukan penelitian arkeologi dengan Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslitarkenas). Masing-masing kedua belah pihak dipimpin Claude Guillot dan Prof.Dr.H.Hasan Muarif Ambary.
Dari hasil penelitian yang memakan waktu cukup lama dan biaya besar itu diperoleh gambaran, bahwa situs Banten Girang dahulu merupakan sebuah kerajaan besar yang sudah menjalin hubungan ke beberapa negara di luar negeri. Antara lain, Cina, Denmark, Rusia, Belanda dan India. Terbukti ditemukannya berbagai artefak dan mata uang logam yang diduga berasal dari negara tersebut.
Berdasarkan hasil penelitian arkeolog berdirinya kerajaan di Banten Girang sekitar abad X Masehi. Dari situs Banten Girang pra Islam itu banyak ditemukan pecahan keramik asing dari berbagai negara. Menurut arkeolog, keramik impor mempunyai dua kelebihan sebagai dasar kronologi. Pertama,dibandingkan dengan temuan-temuan lain, keramik cukup mudah diketahui dari negara asal pembuatannya. Kedua, keramik yang ditemukan di Banten Girang cukup banyak jumlahnya, sehingga kesalahan identifikasi dapat dihindarkan.
Dalam buku “Banten sebelum zaman Islam” yang berisi laporan hasil penelitian yang dilakukan Puslitarkenas dengan Ecole Francaise d’Ectreme-Orient disebutkan penemuan keramik asing mencapai 10.072 buah. Jumlah itu belum termasuk temuan yang berasal dari permukaan tanah. Sebagian besar pecahan keramik asing itu berasal dari Cina, kemudian dari Vietnam dan Thailand. Sedangkan keramik yang berasal dari negara Eropa jumlahnya sedikit sekali. Ternyata dari hasil ekskavasi di lokasi itu terdapat keramik Cina yang berasal dari abad VII yang jumlahnya mencapai 30 buah.
Banten Girang abad X
Berdasarkan hasil temuan keramik asing, perhiasan kuno, pecahan prasasti, arca, manik-manik dan mata uang logam, Banten Girang berdiri pada abad X Masehi. Menurut para arkeolog, mata uang sangat cocok dengan keramik yang ditemukan di sana. Jadi kesimpulannya berbagai benda temuan arkeologi menunjukkan masa pendirian Banten Girang yang paling mungkin pada abad X.
Sebenarnya di lokasi itu ditemukan benda-benda purbakala yang lebih tua usianya, namun jumlahnya terlalu sedikit untuk diperhitungkan. Apalagi berdasarkan pengalaman, benda-benda tersebut dapat saja digunakan selama periode yang panjang.
Sebaliknya peninggalan purbakala yang berasal dari abad X jumlahnya relatif sedikit, namun cukup untuk dianggap sebagai bukti Banten Girang sudah dihuni pada masa itu. Tetapi siapa yang berkuasa pada masa itu, betulkah Prabu Pucuk Umun yang disebut-sebut sebagai penguasa Kerajaan Pajajaran di bagian barat Pakuan, Bogor? Atau sebelum daerah tersebut ditaklukan Pajajaran sudah memiliki pemerintahan sendiri? Kemudian pada abad XVI ditaklukan oleh Syarif Hidayatullah bersama puteranya Hasanuddin.
Comments