Kawasan Banten Lama bisa menjadi World Heritage
Kawasan purbakala Banten Lama sebenarnya bisa ditingkatkan statusnya dari benda cagar budaya (BCB) milik nasional menjadi milik dunia atau World Heritage. Beberapa persyaratan BCB menjadi milik dunia sudah terpenuhi, antara lain bekas Kesultanan Banten itu cukup dikenal di manca negara. Demikian pula dengan Bandar Banten sudah dikenal dalam peta pelayaran internasional. Sebab pada abad XVII, Bandar Banten sempat menjadi pelabuhan terbesar dan teramai di Asia Tenggara, ujar Syarif Achmadi, arkeolog Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Serang (BP3S).
Situs purbakala Banten Lama pada masa lampau memiliki arti penting bagi bangsa Eropa. Di sini nenek moyang
mereka pernah menginjakkan kaki dan melakukan perdagangan dengan Banten. Dalam catatan sejarah negara yang pernah menjalin hubungan diplomatik dan perdagangan dengan Banten, antara lain Belanda, Inggris, Perancis, Denmark dan Portugis. Sedangkan negara Timur Tengah dan Asia, antara lain Saudi Arabia, Persia, India, Cina dan Jepang. Bukti-bukti itu sampai sekarang masih bisa disaksikan di kawasan purbakala Banten Lama, ujar Syarif.
mereka pernah menginjakkan kaki dan melakukan perdagangan dengan Banten. Dalam catatan sejarah negara yang pernah menjalin hubungan diplomatik dan perdagangan dengan Banten, antara lain Belanda, Inggris, Perancis, Denmark dan Portugis. Sedangkan negara Timur Tengah dan Asia, antara lain Saudi Arabia, Persia, India, Cina dan Jepang. Bukti-bukti itu sampai sekarang masih bisa disaksikan di kawasan purbakala Banten Lama, ujar Syarif.
Arkeolog yang sudah bertahun-tahun meneliti situs purbakala di Banten Lama mengatakan, betapa indahnya bila kawasan purbakala itu disulap menjadi Taman Purbakala. Semua situs di tata apik, dipelihara dan ditanami bunga-bunga yang indah. Dulu, pada awal tahun 1990 pernah direncanakan, Banten Lama menjadi kawasan wisata terpadu dan dibentuk semacam daerah otorita. JICA, konsultan Jepang juga pernah melakukan survey untuk perkembangan pariwisata.
Sayangnya proyek tersebut tidak dilanjutkan, padahal kalau pada waktu itu jadi dilaksanakan, Banten Lama sudah menjadi kawasan wisata yang indah. Orang bisa menikmati perjalanan nostalgia seperti abad XVII. Misalnya naik perahu yang melayari sepanjang kanal dari pesisir pantai sampai ke Keraton Surosowan, kata Syarif.
Ratu Syarifah Fatimah
Memang banyak hal yang menarik di Banten Lama, tetapi sedikit yang mengetahui tentang sejarah Sultan-sultan Banten yang pernah berkuasa di Keraton Surosowan. Misalnya kisah tentang Ratu Syarifah Fatimah, tak banyak yang tahu. Padahal perjalanan hidup wanita ini bisa menjadi pelajaran yang berharga bagi generasi muda pewaris negeri ini.
Menurut penuturan Nina Lubis dalam bukunya “Banten dalam pergumulan sejarah”, Ratu Syarifah Fatimah dibesarkan di Batavia dan bergaul dengan orang-orang Belanda. Setelah bercerai dengan suami pertamanya, wanita ini bekerja di kantor VOC di Batavia. Berkat kecantikan, kecerdasan dan analisanya yang tajam, dia dipertahankan atasannya bekerja di kantor itu.
Saat menjadi permaisuri Sultan Muhamad Zainul Arifin sekitar tahun 1733, wanita keturunan Arab ini sangat mempengaruhi jalannya pemerintahan pada waktu itu. Segala keputusan penting berada di tangan Syarifah, sehingga menimbulkan kebencian di kalangan keraton. Sebenarnya wanita keturunan Arab ini diberi tugas Belanda sebagai kaki tangan atau agen VOC untuk memperluas kekuasaan penjajah.
Terbongkarnya kedok Syarifah, ketika dia menolak Pengeran Gusti, calon Putera Mahkota Banten dikawinkan dengan saudaranya Ratu Syarifah Fatimah. Akibat pengaruh yang kuat, Sultan Zainul Arifin tidak dapat berbuat apa-apa. Bahkan Sultan menyerahkan masalah tersebut kepada VOC di Batavia. Akhirnya calon Mahkota Kerajaan Banten diserahkan kepada Pangeran Syarif.
Untuk mengamankan keputusan ini, Pangeran Gusti ditangkap di Batavia dan dibuang ke Sri Langka pada tahun 1745. Setelah Pangeran Syarif dinobatkan menjadi raja menggantikan Sultan Zainul Arifin, Ratu Syarifah diangkat menjadi Mangkabumi. Peristiwa ini kemudian menjadi timbulnya pemberontakan di Banten yang dipimpin Tubagus Buang dan Kiayi Tapa. Hebatnya perlawanan kedua tokoh pejuang Banten ini sehingga Gubernur Jenderal Jacob Mossel yang menggantikan van Imhoff tahun 1750 mengajukan gencatan senjata.
Comments